Bingung weekend Sabtu Minggu mau jalan-jalan kemana? Diem di rumah terus bosan? Mungkin itu juga yang dulu saya rasakan ketika akhirnya saya coba berkunjung ke tempat ini, namanya Pantai Jayanti. Mungkin bagi sebagian orang namanya baru pertama kali di dengar, tapi banyak juga yang sudah familiar dengan tempat ini.
|
Pantai Jayanti adalah salah satu dari rangkaian Pantai yang ada di Selatan Jawa Barat. Terletak di Kecamatan Cidaun, Cianjur. Pantai ini letaknya cukup dekat dari Kota Bandung. Hanya sekitar 60km dari Ciwidey, Pantai ini cukup indah untuk dijadikan tempat berakhir pekan |
Jawa Barat sebernarnya memiliki banyak sekali tempat-tempat wisata unik dan murah meriah. Hanya saja kendala utamanya adalah akses Jalan dan juga ketersediaan informasi yang jelas mengenai tempat tersebut. Kita kadang kebingungan, harus ke mana, lewat jalan mana, berapa biayanya? Sedangkan informasi dari google atau media lain dirasa kurang informatif. Rasanya bagai menghadapi terowongan gelap di mana ujungnya dikabarkan ada syurga dunia.
Itu juga yang saya rasakan ketika mengenal nama Pantai Jayanti. Setelah searching dan cari-cari informasi di internet, saya tertarik untuk mengunjungi Pantai yang katanya terletak di Cidaun, Cianjur Selatan ini. Akses jalan terdapat dua jalur utama, yakni lewat Ciwidey-Naringgul-Cidaun atau lewat Jalur Cianjur kota. Orang-orang banyak menganjurkan untuk lewat jalur Ciwidey karena jaraknya tidak terlalu jauh dan juga jalannya relatif sepi walaupun ada beberapa kilometer jalannya yang rusak. Informasi dan Foto-foto yang disajikan di internet seakan mengggoda, melambai-lambai membuat saya tak sabar ingin berkunjung ke sana. Saya coba untuk survey, sekedar ingin tahu jalur menuju Pantai Jayanti dari Bandung yang sekitar 100an km itu seperti apa.
Sabtu, 16 Maret 2012, pukul 5 pagi saya telah meluncur dengan sepeda motor saya dari rumah di Ciparay, Kab. Bandung menuju arah Utara menjemput teman saya Uchy yang juga ingin ikut dalam jalan-jalan kali ini. Jarak Ciparay - Ujung Berung sekitar 25km melewati Jalan Raya Sapan-Gedebage, membelah persawahan yang pagi itu masih di selimuti kabut. Berjalan santai karena jarak pandang dan jalan aspal yang nampak mengelupas di sana sini akhirnya tepat pukul 6 si Uchy sudah ada di jok belakang motor saya, siap melaju menuju Selatan Cianjur.
Lalu lintas saat itu cukup padat, walaupun hari Sabtu, tetapi tetap saja banyak juga anak sekolah atau orang-orang yang berburu waktu menuju tempat kerjanya masing-masing. Tujuan awal kali ini menuju Ciwidey, melewati jalur Soekarno Hatta menuju Buah Batu, berbelok ke Selatan ke arah Bojongsoang lalu lintas cukup padat. Apalagi dari arah berlawanan dimana ribuan orang dari Kabupaten Bandung berbondong-bondong menuju arah Kota Bandung. Jalanan mulai lengang setelah melewati Pasar Banjaran, sepeda motorpun bisa dipacu lebih cepat menuju Soreang hingga akhirnya sampai di Alun-alun Ciwidey pukul 07.30
Sejenak berhenti di minimarket untuk membeli beberapa makanan kecil, kita lanjutkan membelah aspal menuju Perkebunan teh Rancabali. Tak lupa saya isi bensin full tank karena takut kehabisan tenaga motor di tengah jalan. Pom Bensin terakhir ada di Ciwidey, karena menurut informasi sampai ke Cidaun sekalipun tak ada lagi Pom Bensin yang bisa saya temui.
Jalan menanjak dengan hawa dingin menemani perjalanan kami berdua. Deru suara motor masih terdengar bersemangat membawa kami ke tujuan sehingga saya masih tega membetot gas lebih dalam. Sepeda motor melaju kencang melewati objek wisara Ciwalini, Cimanggu hinga akhirnya melewati Kawah Putih dan juga perkemahan RancaUpas. Sepertinya hari itu ada acara khusus motor trail di Kawah Putih ini karena sepanjang perjalanan saya melaju beriringan dengan rombongan motor trail dengan knalpot yang menderu dengan ban "tahu" nya yang siap menggaruk tanah.
Setelah melewati Ranca Upas, kini roda depan dan roda belakang sepeda motor bisa berjalan seimbang karena jalanan yang di lewati relatif rata, bahkan cenderung menurun saat memasuki perkebunan teh Rancabali. Suasana mulai menghijau, hamparan perkebunan teh membuat mata terasa sejuk. Selongsong gas motor pun mulai sering dilepas, berganti dengan tuas rem yang harus terus dikontrol karena jalanan berkelok-kelok dan sempit. Walaupun pemandangan di sekeliling berusaha menggoda untuk di lirik, namun konsentrasi mengendarai sepeda motor tetap tidak bisa diabaikan. Sesekali kami berhenti sejenak, menghela nafas, merasakan sejuknya suasana kebun teh di pagi itu.
|
Aspal di sekitar Perkebunan Rancabali masih mulus terurus dan juga jalanannya sepi |
|
Hamparan hijau perkebunan teh yang seperti karpet di kejauhan. Nampak perbukitan yang akan dilewati menuju Cidaun |
Sampai di sebuah jalan bercabang, ada sebuah petunjuk jalan, tidak terlalu jelas, namun nampak mencolok berwarna biru di tengah warna hijau kebun teh. Tertulis Telaga Patengan ke arah kanan, Naringgul 34 km lalu Cidaun 58 km ke arah kiri. Walaupun nampak usang, tapi penunjuk jalan ini sangat vital, jarak dari sini menuju Cidaun rupanya hanya 58 km lagi, kedengarannya dekat, tapi orang-orang melewati jarak ini dengan waktu tempuh 4 jam karena jalurnya yang ekstrim. Oh ya? dalam hati terbersit rasa penasaran yang makin menantang kami untuk melanjutkan perjalanan.
|
sampai di pertigaan, jalan bercabang dua, ke kanan menuju Situ Patengan, ke kiri menuju Cidaun. Nampak jarak yang harus ditempuh sekitar 58km lagi |
Selepas pertigaan saya tancap gas menuju arah Naringgul, pemandangan sekitar masih di dominasi perkebunan teh yang menghijau. Walaupun jalanan mulai menanjak dan berkelok, namun motor masih bisa dipacu kencang karena jalanan masih relatif mulus.
Jalanan menanjak akhirnya menemui ujungnya, beberapa kilometer setelah perkebunan teh, jalanan mulai menurun, pemandangan sekeliling kini dihiasi perbukitan. Jalanan sempit dan berkelok membuat saya mulai menahan laju motor saya. Kecepatan tak bisa lebih dari 40 km/jam, bahkan saya harus benar-benar melambat ketika memasuki kelokan berbetuk huruf "S" atau "U" sambil menurun dengan sekeliling kiri dan kanan adalah jurang. Memang jalur setelah Rancabali ini cukup ekstrim, konsentrasi penuh mutlak diperlukan walaupun pemandangan di sini juga terbilang bagus. Jalur ini seperti benteng pegunungan terakhir menuju Pantai Selatan, karena dari perbukitan sini kita bisa melepas pandang langsung ke arah pesisir. Cobalah beberapa saat mencari spot-spot terbaik untuk melepas pandang ke Selatan, jika anda teliti anda bisa melihat buih-buih ombak tersembunyi, nampak di kejauhan, walaupun jaraknya masih sekitar 50 km lagi menuju bibir pantai. Dari sini juga terlihat beberapa petak rumah-rumah warga yang berkerumun, nampak seperti sebuah desa yang tersembunyi di lembah yang di kelilingi bukit.
Lembah ini terlihat subur karena dari bukit-bukit sekitarnya memancar beberapa mata air. Dari kejauhan terlihat aliran mata air ini membentuk beberapa air terjun. Garis-garis putih yang terlihat di kejauhan menandakan banyak sekali aliran air terjun dari bukit sekitar yang berkumpul di lembah ini. Pada akhirnya aliran ini menuju Pantai Selatan.
Perjalanan terus berlanjut, kali ini sebuah tugu yang merupakan perbatasan antara kabupaten Bandung dan kabupaten Cianjur kami temui. Walaupun sudah memasuki kawasan kabupaten Cianjur, namun kendaraan bermotor disini rata-rata masih berplat D, saya pikir wajar saja karena daerah kabupaten Cianjur ini lebih dekat ke Kabupaten Bandung dibanding ke wilayah Cianjur. Mungkin saja karena alasan jarak ini, kebanyakan warga sini mengurus surat kendaraan bermotornya ke Kabupaten Bandung daripada memilih ke Cianjur yang jaraknya lebih jauh.
Setelah memasuki tugu perbatasan, jalanan mulai memasuki kawasan hutan yang agak gelap tertutup pepohonan yang lumayan rapat. Sepertinya ini adalah wilayah hutan konservasi karena pepohonannya benar-benar dijaga. Jalanannya masih tetap menurun dengan aspal yang banyak mengelupas. Suasananya sejuk dan agak lwmbab, mungkin karena tidak terlalu tersorot sinar matahari dan juga suasana saat itu masih pagi, sekitar jam 9 pagi.
Ternyata wilayah hutan ini tidak terlalu lias, hanya beberapa menit berlalu, kami menemui jalan yang agak ramai dipenuhi rumah warga, saya tidak tahu desa apa namanya yang jelas inilah perkampungan pertama yang saya temui setelahmemasuki kawasan kabupaten Cianjur. Disini nampak sudah lebih maju, bangunannya rata-rata sudah permanen, banyak juga warga yang sudah memiliki garasi, saya lihat juga warung pulsa. Berarti daerah sini sudah terdapat sinyal, walaupun ternyata hanya Indosat dan XL yang saya cek kualitas sinyalnya bagus di sini.
|
Memasuki kecamatan Naringgul, terdapat curug (air terjun) tepat di pinggir Jalan, namanya Curug Malati. Sejenak beristirahat sambil mengambil gambar, tak lupa mencicipi dinginnya air terjun ini. Dingiin!! :D |
Setelah beberapa lama berjibaku dengan jalanan berliku dan mulus akhirnya bertemu juga dengan jalanan rusak. Tepat memasuki wilayah Naringgul, jalanan mulai tidak enak untuk dilewati. Aspal nampak mengelupas dimana-mana, begitu juga dengan kerikil yang berserakan membuat saya hanya bisa memacu motor saya di antara 20-30km/jam saja. Padahal jarak dari Naringgul menuju Cidaun ini hanya tinggal sekitar 25 km lagi. Tetapi dengan kondisi jalanan seperti ini, saya pun harus menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk melewati jalur ini.
Jalanan rusak mulai berakhir ketika mendekati Cidaun. Jalur yang tadinya dikelilingi bukit kini mulai berubah di kelilingi pepohonan kelapa dengan hawa lembab khas daerah pantai. Sepertinya memang sudah mendekati bibir pantai, namun tak kunjung terlihat hamparan biru Samudera Hindia yang sedari tadi dinanti itu. Patok di pinggir jalan menunjukkan 8 km lagi menuju Cidaun. Saya pacu lebih cepat sepeda motor saya.
Akhirnya ketika memasuki daerah tepat di depan SMPN 1 Cidaun, mulai lah terlihat hamparan biru laut Selatan. SMPN 1 Cidaun yang terletak sekitar 30 meter di atas permukaan laut ini sepertinya menjadi tanjakan terakhir karena setelah ini jalanan menurun menuju bibir Pantai hingga sampai di pertigaan LSJB (Lingkar Selatan Jawa Barat)
Di pertigaan ini, terdapat rambu petunjuk, dimana ke arah kanan adalah menuju Sindangbarang, sedangkan ke kiri terdapat petunjuk Pantai Jayanti sekitar 4 km dan Pantai Rancabuaya sekitar 25 km. Karena tujuan awal saya datang ke Cidaun adalah untuk berkunjung ke Pantai Jayanti, maka saya belokkan laju motor saya ke arah kiri menuju Pantai Jayanti. Jalanan kini dihiasi pemandangan Pantai Selatan di sebelah kanan dengan jalan yang mulus dan lebar.
Tak seberapa jauh dari pertigaan yang tadi dilewati ada sebuah minimarket di sebelah kiri jalan, bagi anda yang ingin membeli makanan kecil sambil beristirahat, anda bisa sejenak berhenti di minimarket ini. Saya awalnya tak menyangka ternyata minimarket waralaba juga bisa sampai di Cidaun ini. Ini berarti wilayah Cidaun ini sudah semakin maju dengan infrastruktur yang mulai dibenahi. Sekedar info, beberapa waktu setelah saya berkunjung ke tempat ini saya sempat berkunjung ke Cidaun untuk kedua kalinya dan dari Bandung saya berjalan beriringan dengan truk pengangkut barang milik minimarket ini. Ternyata barang-barang di minimarket ini dipasok langsung dari Bandung.
Sekitar 15 menit menikmati mulusnya jalus Selatan Jawa Barat ini, sampailah di gerbang masuk Pantai Jayanti yang terletak di sebelah kanan jalan. Tidak terlalu ramai memang, harga tiketnya pun murah meriah. Dengan membayar tiket Rp 3000 perorang saya sudah bisa masuk ke area wisata Pantai Jayanti, Cidaun ini.
|
Pantai Jayanti adalah sebuah Pantai yang terdiri dari dua wilayah, di sebelah Barat Pantai dengan hamparan Pasir luas dengan garis Pantai sekitar 500 meter, sedangkan sebelah Timur adalah dermaga dan tempat pelelangan ikan |
|
Pantai sebelah Barat cocok untuk dipakai kegiatan wisata. Namun karena ombaknya yang besar, di Pantai ini pengunjung dilarang untuk berenang |
Mungkin bagi anda yang pertama kali berkunjung ke sini, akan sempat kebingungan karena yang kita temui adalah sebuah dermaga dan tempat pelelangan ikan. Itu juga yang saya alami ketika pertama kali berkunjung ke sini. Melihat keadaan sekitar, yang ada hanyalah dermaga dengan beberapa perahu yang ditambatkan, warung-warung kecil dan bebeapa kios tempat pelelangan ikan. Tetapi setelah berjalan ke arah barat, akhirnya hamparan pantai nan luas saya temui. :D
Saya bisa membawa sepeda motor saya memasuki area bibir pantai, melaju melewati lautan pasir walaupun dibeberapa area motor saya sempat tenggelam di telan pasir. Pantai ini begitu sepi, seakan menjadi pantai pribadi bagi saya waktu itu.
|
Jalur Cidaun-Rancabuaya beraspal mulus, cocok digunakan sebagai jalur touring dengan pemandangan indah menyusuri Pantai Selatan Jawa Barat |
Setelah menikmati indahnya Pantai Jayanti, makan dan juga shalat Dhuhur, sekitar pukul 14.00 saya beranjak untuk pulang. Karena tujuan awalnya memang One Day Trip, maka saya bergegas untuk meninggalkan pantai ini. Saya berencana untuk pulang melewati jalur Rancabuaya-Cisewu-Pangalengan-Bandung. Keluar dari gerbang Pantai Jayanti saya berbelok ke kanan ke arah Kabupaten Garut, menuju Pantai Rancabuaya. Di jalur ini saya berulangkali melewati jembatan yang menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai-sungai kecil yang bermuara di Pantai Selatan. Pantas saja jika daerah ini dulunya sangat terisolasi mengingat dari Kabupaten Cianjur menuju Kabupaten Garut ini, warga harus melewati beberapa sungai. Namun sekarang, perjalanan dari Kabupaten Cianjur ke kabupaten Garut lewat Jalur Pesisir Selatan Jawa Barat ini cukup ditempuh dengan 1 jam perjalanan saja. Perekonomian masyarakat di wilayah ini nampaknya akan semakin maju dengan terhubungnya wilayah ini dengan jalan yang mulus dan jembatan-jembatan yang kokoh.
|
Meninggalkan Pantai menuju jalur perbukitan ke arah Cisewu-Pangalengan |
Tepat pukul 3 sore saya sampai di perempatan Rancabuaya, disini ada rambu petunjuk, dimana belok kanan menuju pantai Rancabuaya, lurus menuju daerah Pameungpeuk Garut, jika anda ingin pegi ke Pantai Santolo, anda juga bisa lewat ke sini, dan arah belok kiri adalah arah Pangalengan. Karena sudah terlalu sore, saya putuskan untuk hanya sekedar lewat saja di tempat ini. Rencana untuk berkunjung ke Pantai Rancabuaya saya urungkan karena tekut kemalaman di jalan. Apalagi saya belum terlalu hapal bagaimana keadaan jalur Cisewu - Pangalengan di malam hari. Saya berbelok ke arah Pangalengan dan berhenti sejenak untuk mengisi bensin di penjual eceran. Sepanjang jalur Cidaun sampai Rancabuaya ini banyak sekali terdapat penjual bensin eceran karena memang tidak ada SPBU. Penjual bensin eceran disini mendapat pasokan bensin dari daerah Pangalengan atau Ciwidey. Harga bensin yang dijual bervariasi, dari mulai Rp 5000 sampai Rp 6000 per liter tidak terlalu jauh bedanya dengan harga Rp 4500 per liter di SPBU. Kebetulan penjual bensin yang saya temui di dekat perempatan Rancabuaya ini menjual bensinnya hanya seharga Rp 5000 per liter. Ketika terakhir isi bensin di Ciwidey, saya isi full tank 4.2 liter dan sekarang setelah menempuh jarak sekitar 120 km tinggal sisa sekitar 1 liter saja. Saya isi dua liter saja untuk kembali ke Bandung karena saya pikir nanti di Pangalengan akan ada SPBU yang bisa saya temui lagi. Oh ya sekedar informasi, di perempatan Rancabuaya ini juga terdapat minimarket yang sama dengan yang saya temui di Cidaun. Jadi bagi yang ingin mencari makanan atau kebutuhan lain bisa sejenak berbelanja dan beristirahat di minimarket ini. Tetapi sepengalaman saya, di daerah pesisir Selatan Garut ini barang-barang kebutuhan sehari-hari lebih mudah di dapatkan daripada di daerah pesisir Selatan Cianjur. Mungkin karena jaraknya dekat dengan daerah Pameungpeuk sehingga distribusi barang lebih mudah. Bandingkan dengan daerah Cidaun yang sangat jauh dari Cianjur kota.
|
Birunya Samudera Hindia mulai menghilang di kejauhan |
Perjalanan berlanjut, kali ini pulang menuju arah Pangalengan. Dari daerah pantai menuju daerah Pegunungan sudah pasti kita harus mendaki jalanan. Jalanan dari Rancabuaya menuju Cisewu ini sudah diperbaiki sehingga lebih lebar dan aspal hotmix baru. Marka jalan juga saya lihat belum semuanya rampung karena kabarnya jalan ini baru saja selesai dibuat. Perbaikan jalur Pangalengan-Cisewu-Rancabuaya ini baru dilakukan pada bulan Mei 2012 lalu